Blogger templates

ANTROPOLOGI DAN KONSEP KEBUDAYAAN

 

ANTROPOLOGI DAN KONSEP KEBUDAYAAN

Maryana | E-mail Maryanassos@gmail.com

 

 

PENDAHULUAN

Seorang filsuf China; Lao Chai, pernah berkata bahwa suatu perjalanan yang bermil-mil jauhnya dimulai dengan hanya satu langkah. Pembaca dari materi ini juga baru memulai suatu langkah kedalam lapangan dari suatu bidang ilmu yang disebut dengan Antropologi.

 

Perumusan Masalah

Benda apa yang disebut dengan Antropologi itu? Beberapa atau bahkan banyak orang mungkin sudah pernah mendengarnya. Beberapa orang mungkin mempunyai ide-ide tentang Antropologi yang didapat melalui berbagai media baik media cetak maupun media elektronik. Beberapa orang lagi bahkan mungkin sudah pernah membaca literature-literature atau tulisan-tulisan tentang Antropologi.

Banyak orang berpikir bahwa para ahli Antropologi adalah ilmuwan yang hanya tertarik pada peninggalan-peninggalan masa lalu; Antroplogi bekerja menggali sisa-sisa kehidupan masa lalu untuk mendapatkan pecahan guciguci tua, peralatan –peralatan dari batu dan kemudian mencoba memberi arti dari apa yang ditemukannya itu. Pandangan yang lain mengasosiasikan Antropologi dengan teori Evolusi dan mengenyampingkan kerja dari Sang Pencipta dalam mempelajari kemunculan dan perkembangan mahluk manusia. Masyarakat yang mempunyai pandangan yang sangat keras terhadap penciptaan manusia dari sudut agama kemudian melindungi bahkan melarang anak-anak mereka dari

Antroplogi dan doktrin-doktrinnya. Bahkan masih banyak orang awam yang berpikir kalau Antropologi itu bekerja atau meneliti orang-orang yang aneh dan eksotis yang tinggal di daerah-daerah yang jauh dimana mereka masih menjalankan kebiasaan-kebiasaan yang bagi masyarakat umum adalah asing.

Semua pandangan tentang ilmu Antroplogi ini pada tingkat tertentu ada benarnya, tetapi seperti ada cerita tentang beberapa orang buta yang ingin mengetahui bagaimana bentuk seekor gajah dimana masing-masing orang hanya meraba bagian-bagian tertentu saja sehingga anggapan mereka tentang bentuk gajah itupun menjadi bermacam-macam, terjadi juga pada Antropologi. Pandangan yang berdasarkan informasi yang sepotongsepotong ini mengakibatkan kekurang pahaman masyarakat awam tentang

apa sebenarnya Antropologi itu.

Antropologi memang tertarik pada masa lampau. Mereka ingin tahu tentang asal-mula manusia dan perkembangannya, dan mereka juga mempelajari masyarakat-masyarakat yang masih sederhana (sering disebut dengan primitif). Tetapi sekarang Antropologi juga mempelajari tingkah-laku manusia di tempat-tempat umum seperti di restaurant, rumah-sakit dan di tempat-tempat bisnis modern lainnya. Mereka juga tertarik dengan bentukbentuk pemerintahan atau negara modern yang ada sekarang ini sama tertariknya ketika mereka mempelajari bentuk-bentuk pemerintahan yang sederhana yang terjadi pada masa lampau atau masih terjadi pada masyarakat-masyarakat di daerah yang terpencil.

 

 


 

B. BIDANG ILMU ANTROPOLOGI

Dalam kenyataannya, Antropologi mempelajari semua mahluk manusia yang pernah hidup pada semua waktu dan semua tempat yang ada di muka bumi ini. Mahluk manusia ini hanyalah satu dari sekian banyak bentuk mahluk hidup yang ada di bumi ini yang diperkirakan muncul lebih dari 4 milyar tahun yang lalu.

 

Antropologi bukanlah satu satunya ilmu yang mempelajari manusia. Ilmu ilmu lain seperti ilmu Politik yang mempelajari kehidupan politik manusia, ilmu Ekonomi yang mempelajari ekonomi manusia atau ilmu Fisiologi yang mempelajari tubuh manusia dan masih banyak lagi ilmuilmu lain, juga mempelajari manusia. Tetapi ilmu-ilmu ini tidak mempelajari atau melihat manusia secara menyeluruh atau dalam ilmu Antropologi disebut dengan Holistik, seperti yang dilakukan oleh Antropologi. Antropologi berusahauntuk melihat segala aspek dari diri mahluk manusia pada semua waktu dan di semua tempat, seperti: Apa yang secara umum dimiliki oleh semua manusia? Dalam hal apa saja mereka itu berbeda? Mengapa mereka bertingkah-laku seperti itu? Ini semua adalah beberapa contoh pertanyaan mendasar dalam studi-studi Antropologi.

 

B.1. Cabang-cabang dalam Ilmu Antropologi

Seperti ilmu-ilmu lain, Antropologi juga mempunyai spesialisasi atau pengkhususan. Secara umum ada 3 bidang spesialisasi dari Antropologi,

yaitu Antropologi Fisik atau sering disebut juga dengan istilah Antropologi Ragawi. Arkeologi dan Antropologi Sosial-Budaya.

 

B.1.1. Antropologi Fisik

Antropologi Fisik tertarik pada sisi fisik dari manusia. Termasuk didalamnya mempelajari gen-gen yang menentukan struktur dari tubuh manusia. Mereka melihat perkembangan mahluk manusia sejak manusia itu mulai ada di bumi sampai manusia yang ada sekarang ini. Beberapa ahli Antropologi Fisik menjadi terkenal dengan penemuan-penemuan fosil yang membantu memberikan keterangan mengenai perkembangan manusia. Ahli Antropologi Fisik yang lain menjadi terkenal karena keahlian forensiknya; mereka membantu dengan menyampaikan pendapat mereka pada sidangsidang pengadilan dan membantu pihak berwenang dalam penyelidikan kasus-kasus pembunuhan.

 

B.1.2. Arkeologi

Ahli Arkeologi bekerja mencari benda-benda peninggalan manusia dari masa lampau. Mereka akhirnya banyak melakukan penggalian untuk menemukan sisa-sisa peralatan hidup atau senjata. Benda –benda ini adalah barang tambang mereka. Tujuannya adalah menggunakan bukti-bukti yang mereka dapatkan untuk merekonstruksi atau membentuk kembali modelmodel kehidupan pada masa lampau. Dengan melihat pada bentuk kehidupan yang direnkonstruksi tersebut dapat dibuat dugaan-dugaan bagaimana masyarakat yang sisa-sisanya diteliti itu hidup atau bagaimana mereka datang ketempat itu atau bahkan dengan siapa saja mereka itu dulu berinteraksi.

 

 

 

B.1.3. Antropologi Sosial-Budaya

Antropologi Sosial-Budaya atau lebih sering disebut Antropologi Budaya berhubungan dengan apa yang sering disebut dengan Etnologi. Ilmu ini mempelajari tingkah-laku manusia, baik itu tingkah-laku individu atau tingkah laku kelompok. Tingkah-laku yang dipelajari disini bukan hanya kegiatan yang bisa diamati dengan mata saja, tetapi juga apa yang ada dalam pikiran mereka. Pada manusia, tingkah-laku ini tergantung pada proses pembelajaran. Apa yang mereka lakukan adalah hasil dari proses belajar yang dilakukan oleh manusia sepanjang hidupnya disadari atau tidak. Mereka mempelajari bagaimana bertingkah-laku ini dengan cara mencontoh atau belajar dari generasi diatasnya dan juga dari lingkungan alam dan sosial yang ada disekelilingnya. Inilah yang oleh para ahli Antropologi disebut dengan kebudayaan. Kebudayaan dari kelompok-kelompok manusia, baik itu kelompok kecil maupun kelompok yang sangat besar inilah yang menjadi objek spesial dari penelitian-penelitian Antropologi Sosial Budaya. Dalam perkembangannya Antropologi Sosial-Budaya ini memecah lagi kedalam bentuk-bentuk spesialisasi atau pengkhususan disesuaikan dengan bidang kajian yang dipelajari atau diteliti. Antroplogi Hukum yang mempelajari bentuk-bentuk hukum pada kelompok-kelompok masyarakat atau Antropologi Ekonomi yang mempelajari gejala-gejala serta bentuk-bentuk perekonomian pada kelompok-kelompok masyarakat adalah dua contoh dari sekian banyak bentuk spesialasi dalam Antropologi Sosial-Budaya.

 

C. KONSEP KEBUDAYAAN

Kata Kebudayaan atau budaya adalah kata yang sering dikaitkan dengan Antropologi. Secara pasti, Antropologi tidak mempunyai hak eksklusif untuk menggunakan istilah ini. Seniman seperti penari atau pelukis dll juga memakai istilah ini atau diasosiasikan dengan istilah ini, bahkan pemerintah juga mempunyai departemen untuk ini. Konsep ini memang sangat sering digunakan oleh Antropologi dan telah tersebar kemasyarakat luas bahwa Antropologi bekerja atau meneliti apa yang sering disebut dengan kebudayaan. Seringnya istilah ini digunakan oleh Antropologi dalam pekerjaan pekerjaannya bukan berarti para ahli Antropolgi mempunyai pengertian yang sama tentang istilah tersebut. Seorang Ahli Antropologi yang mencoba mengumpulkan definisi yang pernah dibuat mengatakan ada sekitar 160 defenisi kebudayaan yang dibuat oleh para ahli Antropologi. Tetapi dari sekian banyak definisi tersebut ada suatu persetujuan bersama diantara para ahli Antropologi tentang arti dari istilah tersebut. Salah satu definisi kebudayaan dalam Antropologi dibuat seorang ahli bernama Ralph Linton yang memberikan defenisi kebudayaan yang berbeda dengan pengertian kebudayaan dalam kehidupan sehari-hari: “Kebudayaan adalah seluruh cara kehidupan dari masyarakat dan tidak hanya mengenai sebagian tata cara hidup saja yang dianggap lebih tinggi dan lebih diinginkan”. Jadi, kebudayaan menunjuk pada berbagai aspek kehidupan. Istilah ini meliputi cara-cara berlaku, kepercayaan-kepercayaan dan sikap-sikap, dan juga hasil dari kegiatan manusia yang khas untuk suatu masyarakat atau kelompok penduduk tertentu. Seperti semua konsep-konsep ilmiah, konsep kebudayaan berhubungan dengan beberapa aspek “di luar sana” yang hendak diteliti oleh seorang ilmuwan. Konsep-konsep kebudayaan yang dibuat membantu peneliti dalam melakukan pekerjaannya sehingga ia tahu apa yang harus dipelajari. Salah satu hal yang diperhatikan dalam penelitian Antropologi adalah perbedaan dan persamaan mahluk manusia dengan mahluk bukan manusia seperti

simpanse atau orang-utan yang secara fisik banyak mempunyai kesamaankesamaan.

Bagaimana konsep kebudayaan membantu dalam membandingkan mahluk-mahluk ini? Isu yang sangat penting disini adalah kemampuan belajar dari berbagai mahluk hidup. Lebah melakukan aktifitasnya hari demi hari, bulan demi bulan dan tahun demi tahun dalam bentuk yang sama. Setiap jenis lebah mempunyai pekerjaan yang khusus dan melakukan kegiatannya secara kontinyu tanpa memperdulikan perubahan lingkungan disekitarnya. Lebah pekerja terus sibuk mengumpulkan madu untuk koloninya. Tingkah laku ini sudah terprogram dalam gen mereka yang berubah secara sangat lambat dalam mengikuti perubahan lingkungan di sekitarnya. Perubahan tingkah laku lebah akhirnya harus menunggu perubahan dalam gen nya. Hasilnya adalah tingkah-laku lebah menjadi tidak fleksibel. Berbeda dengan manusia, tingkah laku manusia sangat fleksibel. Hal ini terjadi karena kemampuan yang luar biasa dari manusia untuk belajar dari pengalamannya. Benar bahwa manusia tidak terlalu istimewa dalam belajar karena mahluk lainnya pun ada yang mampu belajar, tetapi kemampuan belajar dari manusia sangat luar-biasa dan hal lain yang juga sangat penting adalah kemampuannya untuk beradaptasi dengan apa yang telah dipelajari itu.

 

 

 

C.1. Kebudayaan Diperoleh dari Belajar

Kebudayaan yang dimiliki oleh manusia juga dimiliki dengan cara belajar. Dia tidak diturunkan secara bilogis atau pewarisan melalui unsur genetis. Hal ini perlu ditegaskan untuk membedakan perilaku manusia yang digerakan oleh kebudayaan dengan perilaku mahluk lain yang tingkahlakunya digerakan oleh insting. Ketika baru dilahirkan, semua tingkah laku manusia yang baru lahir tersebut digerakkan olen insting dan naluri. Insting atau naluri ini tidak termasuk dalam kebudayaan, tetapi mempengaruhi kebudayaan. Contohnya adalah kebutuhan akan makan. Makan adalah kebutuhan dasar yang tidak termasuk dalam kebudayaan. Tetapi bagaimana kebutuhan itu dipenuhi; apa yang dimakan, bagaimana cara memakan adalah bagian dari kebudayaan. Semua manusia perlu makan, tetapi kebudayaan yang berbeda dari kelompokkelompoknya menyebabkan manusia melakukan kegiatan dasar itu dengan cara yang berbeda. Contohnya adalah cara makan yang berlaku sekarang. Pada masa dulu orang makan hanya dengan menggunakan tangannya saja, langsung menyuapkan makanan kedalam mulutnya, tetapi cara tersebut perlahan lahan berubah, manusia mulai menggunakan alat yang sederhana dari kayu untuk menyendok dan menyuapkan makanannya dan sekarang alat tersebut dibuat dari banyak bahan. Begitu juga tempat dimana manusia itu makan. Dulu manusia makan disembarang tempat, tetapi sekarang ada tempat-tempat khusus dimana makanan itu dimakan. Hal ini semua terjadi karena manusia mempelajari atau mencontoh sesuatu yang dilakukan oleh generasi sebelumya atau lingkungan disekitarnya yang dianggap baik danberguna dalam hidupnya. Sebaliknya kelakuan yang didorong oleh insting tidak dipelajari. Semut semut yang dikatakan bersifat sosial tidak dikatakan memiliki kebudayaan, walaupun mereka mempunyai tingkah-laku yang teratur. Mereka membagi pekerjaannya, membuat sarang dan mempunyai pasukan penyerbu yang semuanya dilakukan tanpa pernah diajari atau tanpa pernah meniru dari semut yang lain. Pola kelakuan seperti ini diwarisi secara genetis.

 

 

C.2. Kebudayaan Milik Bersama

Agar dapat dikatakan sebagai suatu kebudayaan, kebiasaan-kebiasaanvseorang individu harus dimiliki bersama oleh suatu kelompok manusia. Para ahli Antropologi membatasi diri untuk berpendapat suatu kelompokbmempunyai kebudayaan jika para warganya memiliki secara bersama sejumlah pola-pola berpikir dan berkelakuan yang sama yang didapat melalui proses belajar. Suatu kebudayaan dapat dirumuskan sebagai seperangkat kepercayaan, nilai-nilai dan cara berlaku atau kebiasaan yang dipelajari dan yang dimiliki bersama oleh para warga dari suatu kelompok masyarakat. Pengertian masyarakat sendiri dalam Antropologi adalah sekelompok orang yang tinggal di suatu wilayah dan yang memakai suatu bahasa yang biasanya tidak dimengerti oleh penduduk tetangganya.

 

C.3. Kebudayaan sebagai Pola

Dalam setiap masyarakat, oleh para anggotanya dikembangkan sejumlah pola-pola budaya yang ideal dan pola-pola ini cenderung diperkuat dengan adanya pembatasan-pembatasan kebudayaan. Pola-pola kebudayaan yang ideal itu memuat hal-hal yang oleh sebagian besar dari masyarakat tersebut diakui sebagai kewajiban yang harus dilakukan dalam keadaan-keadaan tertentu. Pola-pola inilah yang sering disebut dengan norma-norma, Walaupun kita semua tahu bahwa tidak semua orang dalam kebudayaannya

selalu berbuat seperti apa yang telah mereka patokkan bersama sebagai hal yang ideal tersebut. Sebab bila para warga masyarakat selalu mematuhi dan

mengikuti norma-norma yang ada pada masyarakatnya maka tidak akan ada

apa yang disebut dengan pembatasan-pembatasan kebudayaan. Sebagian

dari pola-pola yang ideal tersebut dalam kenyataannya berbeda dengan

perilaku sebenarnya karena pola-pola tersebut telah dikesampingkan oleh

cara-cara yang dibiasakan oleh masyarakat.

Pembatasan kebudayaan itu sendiri biasanya tidak selalu dirasakan oleh para

pendukung suatu kebudayaan. Hal ini terjadi karena individu-individu

pendukungnya selalu mengikuti cara-cara berlaku dan cara berpikir yang

telah dituntut oleh kebudayaan itu. Pembatasan-pembatasan kebudayaan

baru terasa kekuatannya ketika dia ditentang atau dilawan. Pembatasan

kebudayaan terbagi kedalam 2 jenis yaitu pembatasan kebudayaan yang

langsung dan pembatasan kebudayaan yang tidak langsung. Pembatasan

langsung terjadi ketika kita mencoba melakukan suatu hal yang menurut

kebiasaan dalam kebudayaan kita merupakan hal yang tidak lazim atau

bahkan hal yang dianggap melanggar tata kesopanan atau yang ada. Akan

ada sindiran atau ejekan yang dialamatkan kepada sipelanggar kalau hal

yang dilakukannya masih dianggap tidak terlalu berlawanan dengan

kebiasaan yang ada, akan tetapi apabila hal yang dilakukannya tersebut

sudah dianggap melanggar tata-tertib yang berlaku dimasyarakatnya, maka

dia mungkin akan dihukum dengan aturan-aturan yang berlaku dalam

masyarakatnya. Contoh dari pembatasan langsung misalnya ketika

seseorang melakukan kegiatan seperti berpakaian yang tidak pantas kedalam

gereja. Ada sejumlah aturan dalam setiap kebudayaan yang mengatur

tentang hal ini. Kalau si individu tersebut hanya tidak mengenakan baju saja

ketika ke gereja, mungkin dia hanya akan disindir atau ditegur dengan pelan.

Akan tetapi bila si individu tadi adalah seorang wanita dan dia hanya

mengenakan pakaian dalam untuk ke gereja, dia mungkin akan di tangkap

oleh pihak-pihak tertentu karena dianggap mengganggu ketertiban umum.

Dalam pembatasan-pembatasan tidak langsung, aktifitas yang dilakukan

oleh orang yang melanggar tidak dihalangi atau dibatasi secara langsung

akan tetapi kegiatan tersebut tidak akan mendapat respons atau tanggapan

dari anggota kebudayaan yang lain karena tindakan tersebut tidak dipahami

atau dimengerti oleh mereka. Contohnya: tidak akan ada orang yang

melarang seseorang di pasar Hamadi, Jayapura untuk berbelanja dengan

menggunakan bahasa Polandia, akan tetapi dia tidak akan dilayani karena

tidak ada yang memahaminya.

Pembatasan-pembatasan kebudayaan ini tidak berarti menghilangkan

kepribadian seseorang dalam kebudayaannya. Memang kadang-kadang

pembatasan kebudayaaan tersebut menjadi tekanan-tekanan sosial yang

mengatur tata-kehidupan yang berjalan dalam suatu kebudayaan, tetapi

bukan berarti tekanan-tekanan sosial tersebut menghalangi individu-individu

yang mempunyai pendirian bebas. Mereka yang mempunyai pendirian

seperti ini akan tetap mempertahankan pendapat-pendapat mereka, sekalipun

mereka mendapat tentangan dari pendapat yang mayoritas.

Kenyataan bahwa banyak kebudayaan dapat bertahan dan berkembang

menunjukkan bahwa kebiasaan-kebiasaan yang dikembangkan oleh

masyarakat pendukungnya disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan

tertentu dari lingkungannya. Ini terjadi sebagai suatu strategi dari

kebudayaan untuk dapat terus bertahan, karena kalau sifat-sifat budaya tidak

disesuaikan kepada beberapa keadaan tertentu, kemungkinan masyarakat

untuk bertahan akan berkurang. Setiap adat yang meningkatkan ketahanan

suatu masyarakat dalam lingkungan tertentu biasanya merupakan adat yang

dapat disesuaikan, tetapi ini bukan berarti setiap ada mode yang baru atau

sistim yang baru langsung diadopsi dan adat menyesuaikan diri dengan

pembaruan itu. Karena dalam adat-istiadat itu ada konsep yang dikenal

dengan sistim nilai budaya yang merupakan konsep-konsep mengenai apa

yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar dari warga suatu kebudayaan

tentang apa yang mereka anggap bernilai, berharga, dan penting dalam

hidup, sehingga ia memberi pedoman, arah serta orientasi kepada kehidupan

warga masyarakat pendukung kebudayaan tersebut.

 

C.4. Kebudayaan Bersifat Dinamis dan Adaptif

Pada umumnya kebudayaan itu dikatakan bersifat adaptif, karena

kebudayaan melengkapi manusia dengan cara-cara penyesuaian diri pada

kebutuhan-kebutuhan fisiologis dari badan mereka, dan penyesuaian pada

lingkungan yang bersifat fisik-geografis maupun pada lingkungan sosialnya.

Banyak cara yang wajar dalam hubungan tertentu pada suatu kelompok

masyarakat memberi kesan janggal pada kelompok masyarakat yang lain,

tetapi jika dipandang dari hubungan masyarakat tersebut dengan

lingkungannya, baru hubungan tersebut bisa dipahami. Misalnya, orang

akan heran kenapa ada pantangan-pantangan pergaulan seks pada

masyarakat tertentu pada kaum ibu sesudah melahirkan anaknya sampai

anak tersebut mencapai usia tertentu. Bagi orang di luar kebudayaan

tersebut, pantangan tersebut susah dimengerti, tetapi bagi masrakat

pendukung kebudayaan yang melakukan pantangan-pantangan seperti itu,

hal tersebut mungkin suatu cara menyesuaikan diri pada lingkungan fisik

dimana mereka berada. Mungkin daerah dimana mereka tinggal tidak terlalu

mudah memenuhi kebutuhan makan mereka, sehingga sebagai strategi

memberikan gizi yang cukup bagi anak bayi dibuatlah pantangan-pantangan

tersebut. Hal ini nampaknya merupakan hal yang sepele tetapi sebenarnya

merupakan suatu pencapaian luar biasa dari kelompok masyarakat tersebut

untuk memahami lingkungannya dan berinteraksi dengan cara melakukan

pantangan-pantangan tersebut. Pemahaman akan lingkungan seperti ini dan

penyesuaian yang dilakukan oleh kebudayaan tersebut membutuhkan suatu

pengamatan yang seksama dan dilakukan oleh beberapa generasi untuk

sampai pada suatu kebijakan yaitu melakukan pantangan tadi. Begitu juga

dengan penyesuaian kepada lingkungan sosial suatu masyarakat; bagi orang

awam mungkin akan merasa adalah suatu hal yang tidak perlu untuk

membangun kampung jauh diatas bukit atau kampung di atas air dan

sebagainya, karena akan banyak sekali kesulitan-kesulitan praktis dalam

memilih tempat-tempat seperti itu. Tetapi bila kita melihat mungkin pada

hubungan-hubungan sosial yang terjadi di daerah itu, akan didapat sejumlah

alasan mengapa pilihan tersebut harus dilakukan. Mungkin mereka

mendapat tekanan-tekanan sosial dari kelompok-kelompok masyarakat

disekitarnya dalam bentuk yang ekstrim sehingga mereka harus

mempertahankan diri dan salah satu cara terbaik dalam pilihan mereka

adalah membangun kampung di puncak bukit.

Kebiasaan-kebiasaan yang ada dalam masyarakat tertentu merupakan cara

penyesuaian masyarakat itu terhadap lingkungannya, akan tetapi cara

penyesuaian tidak akan selalu sama. Kelompok masyarakat yang berlainan

mungkin saja akan memilih cara-cara yang berbeda terhadap keadaan yang

sama. Alasan mengapa masyarakat tersebut mengembangkan suatu jawaban

terhadap suatu masalah dan bukan jawaban yang lain yang dapat dipilih

tentu mempunyai sejumlah alasan dan argumen. Alasan–alasan ini sangat

banyak dan bervariasi dan ini memerlukan suatu penelitian untuk

menjelaskannya.

Tetapi harus diingat juga bahwa masyarakat itu tidak harus selalu

menyesuaikan diri pada suatu keadaan yang khusus. Sebab walaupun pada

umumnya orang akan mengubah tingkah-laku mereka sebagai jawaban atau

penyesuaian atas suatu keadaan yang baru sejalan dengan perkiraan hal itu

akan berguna bagi mereka, hal itu tidak selalu terjadi. Malahan ada

masyarakat yang dengan mengembangkan nilai budaya tertentu untuk

menyesuaikan diri mereka malah mengurangi ketahanan masyarakatnya

sendiri. Banyak kebudayaan yang punah karena hal-hal seperti ini. Mereka

memakai kebiasaan-kebiasaan baru sebagai bentuk penyesuaian terhadap

keadaan-keadaan baru yang masuk kedalam atau dihadapi kebudayaannya

tetapi mereka tidak sadar bahwa kebiasaan-kebiasaan yang baru yang dibuat

sebagai penyesuaian terhadap unsur-unsur baru yang masuk dari luar

kebudayaannya malah merugikan mereka sendiri. Disinilah pentingnya filter

atau penyaring budaya dalam suatu kelompok masyarakat. Karena sekian

banyak aturan, norma atau adat istiadat yang ada dan berlaku pada suatu

kebudayaan bukanlah suatu hal yang baru saja dibuat atau dibuat dalam satu

dua hari saja. Kebudayaan dengan sejumlah normanya itu merupakan suatu

akumulasi dari hasil pengamatan, hasil belajar dari pendukung kebudayaan

tersebut terhadap lingkungannya selama beratus-ratus tahun dan dijalankan

hingga sekarang karena terbukti telah dapat mempertahankan kehidupan

masyarakat tersebut. Siapa saja dalam masyakarat yang melakukan filterasi atau penyaringan ini tergantung dari masyarakat itu sendiri. Kesadaran akan melakukan

penyaringan ini juga tidak selalu sama pada setiap masyarakat dan hasilnya

juga berbeda pada setiap masyarakat. Akan terjadi pro-kontra antara

berbagai elemen dalam masyarakat, perbedaan persepsi antara generasi tua

dan muda, terpelajar dan yang kolot dan banyak lagi lainnya.

 

D. PENUTUP

Benar bahwa unsur-unsur dari suatu kebudayaan tidak dapat dimasukan

kedalam kebudayaan lain tanpa mengakibatkan sejumlah perubahan pada

kebudayaan itu. Tetapi harus dingat bahwa kebudayaan itu tidak bersifat

statis, ia selalu berubah. Tanpa adanya “gangguan” dari kebudayaan lain

atau asing pun dia akan berubah dengan berlalunya waktu. Bila tidak dari

luar, akan ada individu-individu dalam kebudayaan itu sendiri yang akan

memperkenalkan variasi-variasi baru dalam tingkah-laku yang akhirnya

akan menjadi milik bersama dan dikemudian hari akan menjadi bagian dari

kebudayaannya. Dapat juga terjadi karena beberapa aspek dalam lingkungan

kebudayaan tersebut mengalami perubahan dan pada akhirnya akan

membuat kebudayaan tersebut secara lambat laun menyesuaikan diri dengan

perubahan yang terjadi tersebut.

 

 

REFERENSI

Benedict, Ruth, Patterns of Culture. Boston: Houghton Mifflin Co., 1980.

 

Harris, Marvin, “Culture, People, Nature; An Introduction to General

 

Anthropology”, New York, Harper and Row Publishers, 1988.

 

Richardson, Miles, “Anthropologist-the Myth Teller,” American Ethnologist, 2, no.3 (August 1975).

 

Post a Comment

0 Comments